Langsung ke konten utama

Waspada terhadap Fenomena Mengikuti dan Meniru Para Selebriti

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kepada kita akal untuk menimbang, hati untuk merasa, dan pedoman hidup agar tidak terombang-ambing dalam arus kebudayaan yang menyesatkan.

Manusia pada dasarnya diciptakan dengan fitrah mencintai ketenaran dan mendambakan popularitas. Ketenaran memiliki daya tarik tersendiri—ia adalah syahwat yang membuat banyak orang rela berjuang keras bahkan mati-matian untuk meraihnya. Meski hal ini adalah sesuatu yang naluriah dalam diri manusia, namun yang lebih berbahaya justru terletak pada bagaimana mayoritas orang dengan mudah terpesona oleh para selebriti. Mereka bukan hanya mengikuti berita-beritanya, tetapi juga berusaha meniru dan menjadikan para selebriti sebagai panutan dalam hidup mereka.

Fenomena ini bukanlah hal baru. Al-Qur’an telah mengisahkan bagaimana sebagian manusia pada masa lalu pun terpedaya oleh penampilan duniawi, seperti kaum yang terpesona kepada Qarun. Allah berfirman:

"Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan perhiasannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Aduhai, semoga kita memiliki seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sungguh, ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.'"(QS. Al-Qashash: 79)

Ayat ini menunjukkan bahwa masyarakat seringkali menilai keberhasilan dari tampilan luar dan kekayaan semata, tanpa mempertimbangkan akhlak dan hakikat kebenaran.

Pada masa sebelum ledakan media sosial, orang-orang masih ramai membicarakan tokoh-tokoh media seperti para penyiar radio terkenal. Bahkan, tak jarang mereka membuat cerita-cerita fiktif tentang kemampuan dan kepribadian mereka secara berlebihan. Ini menunjukkan bahwa kekaguman terhadap figur publik telah lama mengakar, meskipun bentuk dan medianya berubah seiring zaman.

Salah satu faktor utama mengapa banyak orang tertarik mengikuti kehidupan para selebriti adalah karena ingin melihat gaya hidup yang tampak berbeda dari kehidupan biasa—bebas dari kejenuhan dan rutinitas. Banyak yang beranggapan bahwa dari kisah sukses selebriti dan influencer, kita bisa mendapatkan inspirasi, motivasi, bahkan semangat baru untuk mencapai tujuan pribadi. Dalam kondisi tertentu, kita memang bisa belajar dari pengalaman mereka, mengambil pelajaran hidup, serta menemukan hiburan.

Namun semua itu hanya benar jika sosok yang diikuti benar-benar membawa pesan yang positif dan membangun, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan dalam masyarakat.

Sayangnya, kenyataan di lapangan berbeda jauh. Jalan menuju ketenaran saat ini sering kali ditempuh dengan cara yang dangkal, cepat, dan menyimpang. Banyak selebriti modern memanfaatkan emosi publik, memancing sensasi, dan menyampaikan konten-konten kosong yang tidak mendidik. Salah satu contoh paling mencolok adalah fenomena “fashionista” atau “influencer fesyen” yang sayangnya sering menjadikan perempuan sebagai komoditas pemasaran yang bebas dieksploitasi secara visual.

Penulis Qatar, Aisyah Al-‘Ubaidan, mengkritik fenomena ini dengan tajam. Ia mengatakan:

“Dalam adegan-adegan yang tidak sesuai dengan adat, akhlak, dan nilai-nilai kita. Adapun kekayaan budaya dan kemampuan intelektual yang dimiliki oleh kelompok ini, tidak lain hanyalah bersifat dangkal, rapuh secara pemikiran, dan kosong secara psikologis. Mereka hanya mengandalkan penampilan fisik dan ciri-ciri tubuh, lalu menemukan targetnya dalam para pengikut dan media visual yang menjadikan mereka bintang dan simbol, tanpa menyadari bahwa mereka sejatinya membawa bahaya besar dalam memengaruhi generasi mendatang.”

Jenis selebriti semacam ini bukanlah tokoh yang lahir karena kemuliaan atau prestasi, tapi muncul dari arus media yang gaduh dan sensasional. Akibatnya, mereka lebih menjadi perusak nilai daripada pembangun peradaban.

Selain itu, mengikuti para selebriti memiliki dampak negatif yang tak sedikit. Aktivitas ini menyita waktu, mengalihkan fokus dari pekerjaan dan tujuan hidup yang nyata. Banyak orang merasa tidak puas dengan kehidupannya sendiri setelah melihat kehidupan "sempurna" para selebriti di media, padahal apa yang terlihat sering kali hanyalah ilusi yang dikemas untuk hiburan.

Fenomena ini juga bisa menyebabkan rasa frustrasi, kehilangan rasa syukur, dan menurunnya kepercayaan diri—terutama karena fokus yang berlebihan pada tampilan fisik dan standar kecantikan yang tidak realistis. Hal ini sangat berbahaya bagi generasi muda, khususnya remaja yang masih dalam proses membentuk identitas dan nilai-nilai hidup mereka. Ketika nilai-nilai seperti pendidikan, kerja keras, dan kesungguhan mulai dikesampingkan demi popularitas dan kemewahan semu, maka kita sedang menyaksikan kemunduran akhlak yang nyata.

Meski demikian, kita tidak menutup mata bahwa dalam beberapa kasus, mengikuti selebriti dapat memberikan hiburan, eksplorasi ide, dan bahkan inspirasi positif. Namun hal itu hanya mungkin jika kita mampu menyaring konten yang kita konsumsi dan tidak terjebak dalam arus kebodohan dan kesia-siaan. Kita harus mampu membedakan mana konten yang bernilai dan mana yang hanya menjual kesenangan sesaat.

Penutup

Mengikuti kehidupan selebriti adalah fenomena yang tidak bisa dihindari di era digital ini. Namun kita harus bijak dan selektif. Jangan sampai ketertarikan kita terhadap mereka menjadikan kita buta terhadap nilai-nilai luhur dalam kehidupan. Gunakan akal, pertimbangkan manfaat, dan jangan biarkan hiburan melalaikan kita dari hal-hal yang lebih penting dan bermakna dalam hidup ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Labelnya Salafi, Mentalnya Bani Israil

Secara lughawy (bahasa)   istilah hizbi berasal dari kata Arab "ḥizb" ( حزب ) yang berarti kelompok atau golongan. Adapun secara isthilahiy  (syar'i), hizbi mengacu pada seseorang yang membangun loyalitas dan permusuhan atas dasar kelompok-golongan, bukan atas dasar kebenaran. Ia “mendewakan” tokohnya, membela kelompoknya secara membabi buta, dan menolak kebenaran bila datang dari luar afiliasinya. Fanatisme seperti inilah yang dikritik keras oleh para ulama salaf, termasuk Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, karena ia merupakan akar perpecahan umat dan warisan buruk dari kaum terdahulu yang telah Allah kecam dalam Al Qur’an. Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memberikan peringatan yang sangat tajam terhadap fenomena fanatisme individu dan kelompok. Beliau berkata: مَنْ نَصَبَ شَخْصًا كَائِنًا مَنْ كَانَ، فَوَالَى وَعَادَى عَلَى مُوَافَقَتِهِ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ، فَهُوَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا "Barangsiapa yang mengangkat seseoran...

Mengenal Puasa Tathowwu'

Setelah sebulan penuh kita menjalani puasa di bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam juga memberi contoh untuk melakukan puasa tathawwu’ . Ini bukan nama sebuah amaliyah baru, melainkan nama lain dari puasa sunnah. Tujuan dari puasa ini adalah dalam rangka muqarrabah , yakni mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apa saja bentuknya, kapan saja waktunya, serta apa keutamaannya? In syaa Allah penjelasannya sebagai berikut: 1. Puasa 6 hari di bulan Syawal Abu Ayyub Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ "Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa." (HR. Muslim) 2. Puasa Senin dan Kamis Abu Qatadah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam ditanya mengenai puasa pada hari Senin. Beliau men...

Mantan Penyanyi Kafe Ini Sebar Syubhat Lagi, Umat Islam Harus Tahu!

Membantah Syubhat Riyadh Bajrey Hadahullah Riyadh Bajrey hadahullah seorang mantan penyanyi kafe, dan mantan peminum khamar serta perokok aktif hingga sekarang, lagi-lagi membuat perkatan yang menimbulkan polemik di tengah umat. Sebelumnya dia mengatakan rokok itu halal, sekarang dia Kembali berulah dengan mengatakan bahwa Khamr itu lebih baik daripada membuat kajian berbayar, dan demo itu perbuatan yang menabrak ushuluddin. Nah, sekarang mari kita bedah seputar rokok, khamar, kajian berbayar, kampanye, dan demo. Riyadh Bajrey tentang rokok: “Kami meyakini kehalalannya” Dalam salah satu klarifikasinya ketika videonya sedang viral karena terlihat merokok, Riyadh Bajrey secara gamblang dan meyakinkan menyatakan bahwa rokok itu halal. Pernyataan ini justru sangat bertentangan dengan pandangan mayoritas ulama rabbani kontemporer. Jangankan ulama-ulama yang menjadi rujukan dalam kaidah manhaj salaf, bahkan ulama yang menurut sebagian kelompok dianggap di luar manhaj salaf—yang merokok...