
Banyak di antara kita menyeru agar hidup sesuai dengan sunah Nabi
Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam, dan ini bagus dan
memang harus kita lakukan. Namun, jangan sampai sunah ini hanya pada tataran
simbolik, seperti menampilkan jenggot, menggunakan gamis (jubah), tidak isbal,
dan semisalnya. Semua ini tentu baik karena memang bagian dari ajaran dan
contoh langsung dari Baginda shallallahu ‘alayhi wasallam. Namun
ironisnya, dalam hal akhlak dan sikap terhadap sesama muslim tak jarang kita
menyaksikan fenomena yang lebih mirip karakter kaum Bani Israil daripada
karakter kaum muslimin yang diinginkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alayhi wasallam.
Salah satu ciri yang mencolok adalah sikap standar ganda: keras terhadap
kesalahan pihak yang berbeda afiliasi, tetapi lunak dan penuh pemakluman
terhadap kesalahan dari pihak seafiliasi. Ketika tokoh dari luar afiliasi
mereka tergelincir, mereka berani membantah secara publik dengan nada tajam dan
mengecam. Namun ketika ustadz atau tokoh dari afiliasi mereka sendiri
tergelincir, selain mereka beri udzur mereka mudah berkata, “Namanya juga
manusia.”
Ini adalah bentuk tindakan curang dan ketidakadilan dalam bersikap.
Allah berfirman:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang." (QS. Al
Muthaffifin: 1)
Imam Al Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya menyatakan
bahwa ayat ini berlaku umum untuk segala bentuk kecurangan, baik dalam
timbangan maupun dalam sikap, termasuk bersikap tidak adil terhadap orang lain.
Sikap ini sangat mirip dengan kebanyakan kita hari ini yang menyuarakan
“ikut sunnah”, tetapi hanya dalam hal-hal simbolik dan tidak menyentuh esensi
keadilan dan kejujuran dalam bersikap terhadap sesama muslim.
Menjadi catatan penting bagi kita semua sikap inshaf (adil,
objektif, dan proporsional) adalah salah satu ciri utama orang yang bertakwa.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا
قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ
قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa." (QS. Al Ma’idah: 8)
Ayat ini menunjukkan bahwa ketakwaan tidak mungkin tercapai tanpa sikap
adil, bahkan terhadap pihak yang tidak kita sukai. Maka wajar bila banyak orang
sulit berlaku inshaf, karena inshaf memang hanya bisa muncul dari jiwa yang
telah dibentuk oleh takwa yang mendalam.
Imam Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata:
الْعَدْلُ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ مِنْ
عَلاَمَاتِ التَّقْوَىٰ
"Keadilan dalam ucapan dan perbuatan adalah tanda dari
ketakwaan." (Hilyat Al Awliya’ oleh Abu Nu’aim)
Al Imam Ibnu Rajab rahimahullah dalam Jami’ Al ‘Ulum wal Hikam menjelaskan:
لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى
يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ
“Tidak akan lurus iman seorang hamba sampai hatinya lurus...”
Maka, sebelum merasa kita paling di atas sunnah, mari bercermin: sudahkah
kita bersikap sebagaimana yang diingin oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alayhi wasallam yang mengedepan prinsip keadilan dalam menyikapi
sesama Muslim, terutama yang berbeda kelompok? Jangan-jangan, secara tidak
sadar, kita sedang meniru karakter kaum yang dicela dalam Al-Qur’an: kaum Bani
Israil. Wal ‘iyaadzubillah.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kita taufik agar mampu bersikap inshaf, salah tetap salah walau dilakukan oleh mereka yang satu golongan kita, benar tetap katakan benar sekalipun itu dilakukan oleh mereka di luar golongan kita.
Komentar
Posting Komentar