Langsung ke konten utama

Persatuan Tidak Berarti Tanpa Konflik

Sering kali kita membayangkan bahwa persatuan berarti selalu hidup harmonis tanpa konflik atau perdebatan. Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Persatuan yang ideal, baik dari sudut pandang dalil, akal, maupun sejarah, hampir mustahil terwujud tanpa adanya gesekan. Rasulullah shalallahu 'alayhi Wasallam, sebagai teladan terbaik, pun tidak bisa sepenuhnya mencegah konflik di antara para sahabat. Namun, yang beliau lakukan adalah meredam dan memitigasi konflik tersebut.

Tujuan utama Rasulullah dalam menjaga persatuan umat adalah memastikan bahwa kaum Muslim tetap merasa sebagai saudara di atas landasan tauhid, seperti yang ditegaskan dalam Al-Qur'an:

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara." (QS. Al-Hujurat: 10)

فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا

"Dan dengan nikmat-Nya kamu menjadi bersaudara." (QS. Ali 'Imran: 103)

وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخوَاناً

"Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari sini, kita belajar bahwa persatuan bukan berarti tidak ada konflik, melainkan kemampuan untuk tetap saling mengingatkan dan menjaga ukhuwah meski ada perbedaan. Gesekan atau perbedaan pendapat adalah bagian alami dari dinamika kehidupan bermasyarakat.

Sayangnya, di era modern ini, menjaga persatuan menjadi lebih sulit. Media yang sering dikendalikan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab justru memanaskan suasana, memperbesar konflik, dan memperuncing perpecahan. Selain itu, ada juga oknum-oknum yang memang sengaja menginginkan umat Islam terus berselisih, agar energi umat terbuang untuk hal-hal yang tidak produktif.

Namun, kita harus tetap optimis. Walaupun tantangan ini besar, kesadaran akan pentingnya persatuan sebagai saudara seiman harus terus kita tanamkan. Sekalipun terkadang ada perbedaan tajam, jangan pernah lupa bahwa kita adalah saudara yang sama-sama bertumpu pada landasan tauhid (meyakini Allah jalla jalaaluh sebagai satu-satunya pencipta dan satu-satunya yang berhak disembah). Inilah semangat yang harus terus kita jaga demi persatuan umat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Puasa Tathowwu'

Setelah sebulan penuh kita menjalani puasa di bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam juga memberi contoh untuk melakukan puasa tathawwu’ . Ini bukan nama sebuah amaliyah baru, melainkan nama lain dari puasa sunnah. Tujuan dari puasa ini adalah dalam rangka muqarrabah , yakni mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apa saja bentuknya, kapan saja waktunya, serta apa keutamaannya? In syaa Allah penjelasannya sebagai berikut: 1. Puasa 6 hari di bulan Syawal Abu Ayyub Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ "Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa." (HR. Muslim) 2. Puasa Senin dan Kamis Abu Qatadah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam ditanya mengenai puasa pada hari Senin. Beliau men...

Khutbah Idul Fitri 1441 H: ”Mengambil Hikmah di Tengah Musibah dan Wabah Corona”

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ Jama’ah kaum muslimin rahimahi wa rahimakumullah… Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah jalla wa ‘ala atas segala limpahan karunianya sehingga kita mampu menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan tahun ini, dan hari ini kita dipertemukan kembali kepada hari raya idul fitri. Tentunya kita berharap bahwa puasa Ramadhan kita diter...

Labelnya Salafi, Mentalnya Bani Israil

Secara lughawy (bahasa)   istilah hizbi berasal dari kata Arab "ḥizb" ( حزب ) yang berarti kelompok atau golongan. Adapun secara isthilahiy  (syar'i), hizbi mengacu pada seseorang yang membangun loyalitas dan permusuhan atas dasar kelompok-golongan, bukan atas dasar kebenaran. Ia “mendewakan” tokohnya, membela kelompoknya secara membabi buta, dan menolak kebenaran bila datang dari luar afiliasinya. Fanatisme seperti inilah yang dikritik keras oleh para ulama salaf, termasuk Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, karena ia merupakan akar perpecahan umat dan warisan buruk dari kaum terdahulu yang telah Allah kecam dalam Al Qur’an. Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memberikan peringatan yang sangat tajam terhadap fenomena fanatisme individu dan kelompok. Beliau berkata: مَنْ نَصَبَ شَخْصًا كَائِنًا مَنْ كَانَ، فَوَالَى وَعَادَى عَلَى مُوَافَقَتِهِ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ، فَهُوَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا "Barangsiapa yang mengangkat seseoran...