SERIAL AQIDAH (2): Beriman Kepada Allah dan Mengilmuinya


Agar sempurna keimanan kita kepada Allah, tidak tercampur perkara-perkara syubhat, khurofat, takhayul apalagi kesyirikan, maka penting bagi kita mendalami dan mengilmu kalimat Laa ilaaha illallah, atau yang biasa disebut di kalangan masyarakat luas sebagai kalimat tahlil. Kalimat ­Tahlil - Laa ilaaha illallah- adalah kunci seorang muslim bila ia ingin memasuki surganya Allah Jalla Jalaaluh, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shollallahu 'alayhi wasallam;

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ

"Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk surga." (HR. Abu Daud, No. 1621)

Namun menurut para ulama tidak mudah bagi kita ketika sakaratul maut mampu mengucapkan kalimat tersebut. Kalimat tersebut hanya bisa terucap oleh orang-orang yang semasa hidupnya sejalan dengan isinya. Bila kalimat Laa ilaaha illallah hanya ucapan atau lafazh-lafazh kosong semata, maka orang munafik dan kafir pun mampu mengucapkannya. Oleh karena itu wajib bagi kita untuk mengilmui kalimat tersebut, agar keimanan kita kepada Allah bersih dari segala kotoran-kotoran di atas, dengan demikian berhak atas kita surga.

Bisa dikatakan kalimat tahlil adalah kuncinya surga. Bila kita lihat kunci ia memiliki gerigi, dan tidak ada satu pun kunci yang betuknya polos, konon gerigi itulah yang menjadi penggerak agar pintu terbuka. Maka kalimat Laa ilaaha illallah-pun demikian adanya, ada syarat-syarat yang harus kita penuhi sehingga pintu surga dengan mudah terbuka oleh kita.

Berkata Syaikh Hafizh Al Hakimi rahimahullah di dalam manzhumah salamul wushul, kalimat Laa ilaaha illallah memiliki tujuh syarat yang harus dipenuhi bagi siapa saja yang mengucapkannya;

Pertama, Al 'Ilmu (العلم) bermakna kita memilik pengetahuan atasnya, sehingga penetapan dan penolakan kita sesuai dengan tuntunan Allah subhanahu wata'ala. Penetapan sebagai bentuk konsekuensi kita hanya Allah Dzat yang berhak kita sembah dan akui eksitensinya serta menolak segala sesuatu kesyirikan dan kotoran aqidah yang terkadang sebagai muslim tidak menyadarinya. Maka perlunya kita ilmui kalimat tauhid ini. Sebagaimana Firman Allah;


فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah” (QS. Muhammad: 19)

Di ayat lain;

إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“kecuali mereka mengetahui yang hak (ilmu tauhid) dan mereka meyakini(nya)” (QS. Az-Zukhruf: 86)

Para ahli tafsi memberikan penjelasannya dalam tafsirnya mengenai kalimat illa man syahida itu adalah pengecualian bagi mereka yang memahami ilmu kalimat syahadat yang mereka ucapkan. Sebuah hadits dari Utsman bin Affan Radhiyallahu 'anhu Rasulullah shollallahu 'alayhi wasallam bersabda;

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, akan masuk surga”

Kedua, Al Yaqin artinya tidak ada keraguan dalam memahami dan mengamalkannya. Artinya kita secara tegas meyakini kalimat Laa ilaaha illallah. Tanpa keragu-raguan sedikit pun. Keragu-raguan atas kalimat tauhid bukan sifat seorang mukmin yang Allah sifatkan di dalam firman-Nya;

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka TIDAK RAGU-RAGU dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar". (QS. Al Hujurat: 15)

Dan dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ’alayhi Wasallam bersabda:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، لَا يَلْقَى اللهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Syahadat bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya aku adalah utusan Allah, seorang hamba yang tidak meragukannya dan membawa keduanya ketika bertemu dengan Allah, akan masuk surga"

Dan dalam Shahih Muslim yang lain, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ

"Barangsiapa yang engkau temui di balik penghalang ini, yang bersyahadat laa ilaaha illallah, dan hatinya yakin terhadap hal itu, maka berilah kabar gembiranya baginya berupa surga"
Ketiga, Al Ikhlas artinya membersihkan hati dan perbuatan dari segala bentuk kesyirikan dan riya', dengan mengikhlaskan niat untuk Allah semata dalam seluruh ibadah. Allah Ta’ala berfirman:

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang ikhlas (bersih dari syirik)" (QS. Az Zumar: 3)
Allah juga berfirman di dalam ayat yang lain:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus" (QS. Al Bayyinah: 5)

Juga di dalam Shahih Bukhari, dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu dari Nabi Shallallahu ’alayhi Wasallam:

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ

"Orang yang paling bahagia dengan syafa’atku di hari kiamat kelak adalah orang yang mengatakan laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya"

Keempat, Ash Shidqu artinya kita jujur terhadap apa yang telah kita ucapkan untuk mentauhidkan Allah, bukan malah menjadi pendusta terhadap kalimat tauhid tersebut, dengan tetap meyakini ada sembahan dan ada kekuatan lain selain Allah. Kejujuran di sini adalah jujur dari hati sesuai dengan yang diucapkan oleh lisan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman ketika mencela orang munafik:

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta" (QS. Al Munafiqun: 1).

Ayat ini adalah contoh dari Allah untuk kita bagaimana orang munafiq juga mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” namun tidak ada kejujuran dari hati mereka tentang apa yang mereka ucapkan itu. Allah Subhanahu waaa’ala berfirman:

الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)

"(1) Alif laam miim, (2) Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?(3) Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta". (QS. Al Ankabut: 1-3).

Dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, di dalam Shahih Muslim dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ، إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ

"Tidak ada seorang pun yang bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang hak selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, dengan jujur dari hatinya, kecuali ia pasti diharamkan oleh Allah untuk masuk neraka".

Kelima, Al Mahabbah (cinta), artinya kita wajib mencintai Allah, wajib mencintai Rasul-Rasul Allah, mencinta agama Allah, mencintai hamba-hamba Allah dari kaum muslimin yang menegakkan syari'at agama Allah dan menjaga diri dari batasan-batasan yang dibangun di atasnya. Bukti Al Mahabbah ini juga kita membenci segala sesuatu yang bertentangan dengan kalimat tauhid "Laa ilaaha illallah, berupa kesyirikan dan kekufuran yang apabila dikerjakan hal demikian dapat mencederai kesempurnaan makna dan kalimat tauhid oleh sebab kesyirikan dan kebid'ahan yang mereka kerjakan.

Hal ini dilakukan dalam rangka mengamalkan sabda Nabi Shallallahu ’alayhi Wasallam:

أوثق عرى الإيمان الحب في الله والبغض في الله

"Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah"

Syarat Al Mahabbah ini juga Allah tuangkan di dalam firman-Nya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّه

"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah" (QS. Al Baqarah: 165).

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ : أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

"Ada 3 hal yang jika ada pada diri seseorang ia akan merasakan manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selainnya, (2) ia mencintai seseorang karena Allah, (3) ia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka"

Keenam, Al Inqiyad (kepatuhan), artinya konsekuensi dari mengucapkan kalimat tauhid adalah kemudian kita patuh kepada syariat, hukum dan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Jalla Jalaaluh. Allah Ta’ala berfirman:

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ

"Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)" (QS. Az Zumar: 54)

Dan firman Allah yang lain:

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ

"Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya" (QS. An Nisaa’: 125)

Makna dari aslimuu dan aslama di dalam dua ayat di atas dalah patuh dan taat.

Ketujuh, Al Qabul (menerima), artinya kita wajib menerima kalimat "Laa ilaaha illallah" dengan sebenar-benarnya dengan hati dan lisannya. Banyak kaum-kaum terdahulu yang Allah beri keselamatan atas mereka karena menerima kalimat Laa ilaaha illallah, dan tidak sedikit juga orang yang Allah musnahkan dikarenakan menolak kalim ini. Allah berfirman di dalam Al Quran:

ثُمَّ نُنَجِّي رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا كَذَلِكَ حَقًّا عَلَيْنَا نُنْجِ الْمُؤْمِنِينَ

"Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman" (QS. Yunus: 103).

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ

"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” namun mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" (QS. Ash Shaafaat: 35-36)

Demikianlah tanda benar keimanan kita kepada Allah adalah dengan mengilmui kalimat tauhid-Nya. Kemudian memohonlah taufiq dari Allah agar kita mampu mengilmui dan mengamalkan kalimat Laa ilaaha illallah dengan sebenar-benarnya baik dalam perkatan, keyakinan hati dan amal perbuatan. Wallahul muwafiq...






Diterjemah dan dikembangkan: Ahmad Abdul Malik

Posting Komentar

0 Komentar