Langsung ke konten utama

4 Golongan Manusia Terhadap Al Quran


Al Quran adalah kitab suci terakhir yang diturunkan kepada Nabi terakhir, Muhammad Shollallahu 'alayhi Wasallam, sudah menjadi kewajiban bagi umat akhir zaman yakni pengikut Rasulullah Shollallahu 'alayhi wasallam untuk menjadikan Al Quran sebagai undang-undangan kehidupan, baik itu dalam hal Aqidah, Ibadah, Akhlaq dan Mu'amalah. Ulama membagi 4 golongan manusia dalam menyikapi Al Quran dalam kehidup mereka, dan setelah mengetahui 4 jenis golangan ini, maka perlu bagi kita untuk merenungi, termasuk golongan yang mana kita dalam mengimani Al Quran, berikutlah 4 golongan manusia terhadap Al Quran itu;

Pertama, mereka adalah golongan yang disebut sebagai Ahlul Quran, orang yang hidupnya selalu bersama Al Quran, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'ala di dalam surat Al Baqoroh 121:

يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ

"... Mereka membaca dengan bacaan yang sebenar-benarnya dan mereka beriman dengannya (bacaan tersebut)..." (QS.2:121)

Golongan ini juga adalah golongan yang Rasulullah Shollallahu 'alayhi wasallam gambarkan di dalam haditsnya:

معَ السَّفَرةِ الكِرَامِ البَرَرَةِ

"... Mereka senantiasa bersama Malaikat yang Mulia..." (Muttafaqun 'Alayhi)
Dan dikatakan juga kepada mereka para Ahlul Quran pada hari kiamat di dalam hadits Rasulullah Shollallahu 'alayhi wasallam yang lain:

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا

"Dikatakan kepada orang yang membaca (menghafalkan) al-Qur’an nanti, ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya! Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca'". (HR. Imam Abu Daud)

Semua kebaikan ini didapat oleh mereka yang menghidupkan hidupnya bersama Al Quran, mereka mengilmui Al Quran, mengamalkan Al Quran dan senantiasa mentadabburi Al Quran, dan mereka ini pun mendapat kemulian yang lain yakni dianggap sebagai Ahlullah (keluarga Allah).

Bila kita punya rasa bangga dan keinginan dianggap keluarga oleh seorang pejabat, tokoh terkenal yang disegani, maka seharusnya pengakuan dari Allah ini yang harus kita kejar, senantiasa hidup bersama Al Quran, maka dialah keluarga Allah di dunia dan hamba pilihan-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shollallahu 'alayhi wasallam:

إِنَّ لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنَ النَّاسِ قَالُوا : مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ : أَهْلُ الْقُرْآنِ هُمْ أَهْلُ اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ

"Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihan-Nya” (HR. Ahmad)

Bayangkan jika kita hidup bersama Al Quran, kemudian menjadi Ahlul Quran, maka kita adalah keluarga Allah di dunia ini. Inilah golongan pertama manusia dalam menyikapi Al Quran.

Kedua, orang-orang yang tidak akan mengelami kerugian, golongan ini adalah orang-orang yang digambarkan Allah subhanahu wata'ala di dalam surat Fathir ayat 29-30;

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi" (QS. Fathir:29)

Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskat ayat ini, bahwa Allah Subhanahu wata'ala. menceritakan tentang hamba-hamba-Nya yang beriman, yaitu orang-orang yang membaca Kitab-Nya dan beriman kepadanya serta mengamalkan isi yang terkandung di dalamnya, antara lain mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian dari apa yang diberikan oleh Allah kepada mereka di waktu-waktu yang telah ditetapkan, baik malam ataupun siang hari, baik sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.

يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

"Mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi". (Fathir: 29)

Maksudnya, mereka mengharapkan pahala di sisi Allah yang pasti mereka dapati, Ibarat berdagang, maka berdagang dengan Allah tidak akan pernah mendapatkan kerugian, sebab Allah senantiasa membayar sekecil apapun amal yang dilakukan seorang hamba. Imam asy-Syaukani Rahimahullah berkata di dalam kitab Fathul Qadiir, 5/311, “Allah menjadikan amalan-amalan (shalih) tersebut kedudukannya seperti ‘perniagaan’, karena orang-orang yang melakukannya akan meraih keuntungan (besar) sebagaimana mereka meraih keuntungan dalam perniagaan (duniawi), keuntungan (besar) itu adalah masuknya mereka ke dalam surga dan selamat dari (siksa) neraka.”

 "Sesungguhnya tiap-tiap orang itu berada di belakang perniagaannya, dan sesungguhnya kamu pada hari ini berada di belakang semua perniagaan" Karena itulah disebutkan oleh firman berikutnya:

لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ

"Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya." (Fathir: 30)

Agar Allah menyempurnakan pahala amal perbuatan mereka dan melipatgandakannya dengan tambahan-tambahan yang belum pernah terbetik dalam kalbu mereka. Allah tetap akan membalas amal perbuatan mereka betapapun kecilnya amal perbuatan mereka.

Ketiga, Mereka yang mendapat Rahmat Allah, sementara mereka adalah orang yang tidak bisa membaca Al Quran dan tidak tahu apa yang mereka baca, dan juga tidak bisa menghafalnya. Muncul pertanyaan di dalam diri kita, bagaimana mungkin orang yang tidak bisa membaca, tidak tahu apa yang dibaca dan tidak bisa menghafal, namun tetap mendapat Rahmat Allah. Pertanyaan tersebut jawabannya bisa kita temukan di dalam firman Allah surat Al A'rof ayat 204;

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

"Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian mendapat rahmat." (QS. Al A'rof:204)

Termasuk kemuliaan hanya dengan diam dan mendengarkan Al Quran dengan khusyuk, bisa menjadi penyebab turunnya Rahmat Allah.

Keempat, golongan terakhir ini adalah mereka yang mengabaikan bahkan meninggalkan Al Quran, di mana Allah Subhanahu wata'ala berfirman di dalam surat Al Furqon ayat 30;

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

"Dan Berkatalah Rasul: "Wahai Tuhanku, sungguh kaumku telah menjadikan Alquran ini sebagai sesuatu yang diabaikan." (QS Al-Furqan 30)

Inilah 4 golongan manusia terhadapa Al Quran, golongan pertama mereka yang benar-benar hidup bersama Al Quran, golongan kedua orang yang selalu membaca Al Quran, golongan tiga orang yang selalu khusyu' mendengarkan Al Quran ketika dibacakan, dan golongan keempat mereka orang yang mengabaikan, bahkan meninggakan Al Quran. Maka renungilah, termasuk golongan yang mana diri kita?. Wallahu a'lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Puasa Tathowwu'

Setelah sebulan penuh kita menjalani puasa di bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam juga memberi contoh untuk melakukan puasa tathawwu’ . Ini bukan nama sebuah amaliyah baru, melainkan nama lain dari puasa sunnah. Tujuan dari puasa ini adalah dalam rangka muqarrabah , yakni mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apa saja bentuknya, kapan saja waktunya, serta apa keutamaannya? In syaa Allah penjelasannya sebagai berikut: 1. Puasa 6 hari di bulan Syawal Abu Ayyub Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ "Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa." (HR. Muslim) 2. Puasa Senin dan Kamis Abu Qatadah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam ditanya mengenai puasa pada hari Senin. Beliau men...

Khutbah Idul Fitri 1441 H: ”Mengambil Hikmah di Tengah Musibah dan Wabah Corona”

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ Jama’ah kaum muslimin rahimahi wa rahimakumullah… Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah jalla wa ‘ala atas segala limpahan karunianya sehingga kita mampu menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan tahun ini, dan hari ini kita dipertemukan kembali kepada hari raya idul fitri. Tentunya kita berharap bahwa puasa Ramadhan kita diter...

Labelnya Salafi, Mentalnya Bani Israil

Secara lughawy (bahasa)   istilah hizbi berasal dari kata Arab "ḥizb" ( حزب ) yang berarti kelompok atau golongan. Adapun secara isthilahiy  (syar'i), hizbi mengacu pada seseorang yang membangun loyalitas dan permusuhan atas dasar kelompok-golongan, bukan atas dasar kebenaran. Ia “mendewakan” tokohnya, membela kelompoknya secara membabi buta, dan menolak kebenaran bila datang dari luar afiliasinya. Fanatisme seperti inilah yang dikritik keras oleh para ulama salaf, termasuk Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, karena ia merupakan akar perpecahan umat dan warisan buruk dari kaum terdahulu yang telah Allah kecam dalam Al Qur’an. Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memberikan peringatan yang sangat tajam terhadap fenomena fanatisme individu dan kelompok. Beliau berkata: مَنْ نَصَبَ شَخْصًا كَائِنًا مَنْ كَانَ، فَوَالَى وَعَادَى عَلَى مُوَافَقَتِهِ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ، فَهُوَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا "Barangsiapa yang mengangkat seseoran...