Langsung ke konten utama

Rahasia Di Balik Niat Baik dan Niat Burukmu


pinterest.com (@tausiyahcinta_)
Saudaraku pembaca budiman yang dirahmati Allah, sesungguhnya Nabi Shollallahu 'alayhi wasallam membatasi keadaan manusia atas niatnya pada empat jenis orang, sebagaimana Rasulullah Shollallahu 'alayhi wasallam bersabda:
  إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَرٍ : عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً وَعِلْمًا ، فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ ، وَيَعْلَمُ للهِ فِيهِ حَقًّا ، فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالاً ، فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ ، يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ ، فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا ، فَهوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ ، لاَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ ، وَلاَ يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ ، وَلاَ يَعْلَمُ للهِ فِيهِ حَقًّا ، فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ ، وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالاً وَلاَ عِلْمًا ، فَهُوَ يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلاَنٍ ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
"Dunia ini hanya milik 4 orang:
  1. Pertama, seorang hamba yang Allah anugerahkan harta dan ilmu, sehingga ia tahu apa hak-hak Allah atas karunia yang diberikan kepadanya tersebut, ia sambung silaturahim, ia bertakwa kepada Allah atas anugerah tersebut, maka orang ini adalah orang yang paling mulia.

  2. Kedua, seorang hamba yang Allah berikan kepadanya ilmu, namun tidak diberi harta. Namun ia jujur dengan niat-niatnya, ia mengatakan: "Seandainya aku memiliki harta, pasti aku akan berbuat seperti orang (yang mulia) itu." Dengan niatnya itu, dia dan orang yang pertama memiliki pahala yang sama.

  3. Ketiga, seseorang yang Allah berikan kepadanya harta namun tidak diberikan ilmu, sehingga ia berbuat serampangan dengan hartanya tersebut, tidak bertakwa kepada Rabb yang memberinya, tidak pula menyambung silaturahim, dan tidak tahu apa hak Allah atas hartanya tersebut, sehingga ia menjadi orang yang paling hina kedudukannya.

  4. Keempat, seorang yang tidak diberi harta ataupun ilmu, sehingga ia berkata: "Seandainya aku memiliki harta, pasti aku akan melakukan seperti yang dilakukan orang (jenis ketiga) itu." Maka dua orang ini memiliki dosa yang sama." (HR. At-Tirmidzi no. 2325).

Perhatikanlah hadits ini, para pembaca sekalian, betapa niat memiliki pengaruh dalam berbagai hal. Yang pertama, ia meniatkan kebaikan dan mengamalkannya, maka ia adalah orang yang paling mulia berdasarkan persaksian Rasulullah Shollallahu 'alayhi wasallam di dalam hadits di atas. Dan yang kedua, seorang yang tidak memiliki harta tapi niatnya mulia, sehingga ia mengatakan: "Aku akan melakukan seperti yang dilakukan laki-laki mulia tersebut." Sehingga kedua orang itu, dengan niatnya, memiliki pahala yang sama.

Maksudnya, ia diberi pahala seperti seorang yang bersedekah di jalan Allah. Menurut pendapat terkuat yang dikemukakan oleh para ulama, walaupun yang benar-benar bersedekah memiliki kedudukan yang lebih tinggi darinya, dengan dalil sabda Nabi Muhammad Shollallahu 'alayhi wasallam: "Ini (orang pertama tadi) adalah orang yang paling mulia."

Adapun yang ketiga, seseorang yang diberi harta namun tidak diberi ilmu, kemudian ia berbuat serampangan dengan hartanya, tidak tahu mana yang halal maupun yang haram, tidak pula membangun hubungan silaturahim, tidak tahu apa saja hak Allah pada hartanya, sehingga menjadi orang yang paling hina. Dan yang keempat, seorang yang tidak diberi harta dan tidak diberi ilmu, akan tetapi niatnya busuk. Ia berkata: "Seandainya aku memiliki harta, aku akan melakukan seperti yang dilakukan oleh fulan (orang yang ketiga) itu." Maka dosa keduanya sama.

Maka ingatlah ini, para pembaca sekalian, sebuah kabar gembira dari Nabi Shollallahu 'alayhi wasallam untuk kita semua terkait hubungan niat dalam berbagai hal. Rasulullah Shollallahu 'alayhi wasallam bersabda:

مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ، وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُوْمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، فَغَلَبَهُ النَّوْمُ حَتَّى يُصْبِحَ، كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى، وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Siapa pun yang beranjak tidur dengan niatan seperti hadits di atas untuk bangun di akhir malam mendirikan sholat karena Allah, namun tidak terbangun karena dikalahkan oleh rasa kantuk hingga bergemanya adzan subuh, Allah Jalla Jalaaluh berikan kabar gembira untuk hamba yang mengalami hal demikian. Pertama, akan dituliskan untuknya sesuai dengan niatnya. Jika dia berniat untuk sholat 11 rakaat, maka dituliskan baginya pahala sholat 11 rakaat. Jika dia meniatkan sholat 7 rakaat, maka dituliskan baginya pahala sholat 7 rakaat. 

Kemudian, mari kita perhatikan lawan dari ini semua. Nabi Shollallahu 'alayhi wasallam bersabda:

إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِى النَّارِ » فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ « إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ

Dua pedang berhadap-hadapan, masing-masing ingin membunuh saudaranya, namun salah satu dari mereka mendahului yang lainnya, sehingga pembunuh berada di neraka karena telah membunuh saudaranya, dan si terbunuh juga di neraka karena ia tadinya juga bersemangat (memiliki niat) untuk membunuh saudaranya, dan telah berusaha dan menghunuskan pedangnya untuk saudaranya tadi.

Demikianlah betapa pentingnya kita memperhatikan, menjaga, dan meluruskan niat, karena niat adalah kunci dari kualitas setiap amal di sisi Allah. Baarakallahu Fiikum.

Jember,
30 November 2019
2 Rabi'ul Tsani 1441 

Referensi
- Faedah Dauroh Syaikh Sulaiman Ar Ruhaily Hafizhahullah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Puasa Tathowwu'

Setelah sebulan penuh kita menjalani puasa di bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam juga memberi contoh untuk melakukan puasa tathawwu’ . Ini bukan nama sebuah amaliyah baru, melainkan nama lain dari puasa sunnah. Tujuan dari puasa ini adalah dalam rangka muqarrabah , yakni mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apa saja bentuknya, kapan saja waktunya, serta apa keutamaannya? In syaa Allah penjelasannya sebagai berikut: 1. Puasa 6 hari di bulan Syawal Abu Ayyub Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ "Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa." (HR. Muslim) 2. Puasa Senin dan Kamis Abu Qatadah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam ditanya mengenai puasa pada hari Senin. Beliau men...

Khutbah Idul Fitri 1441 H: ”Mengambil Hikmah di Tengah Musibah dan Wabah Corona”

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ Jama’ah kaum muslimin rahimahi wa rahimakumullah… Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah jalla wa ‘ala atas segala limpahan karunianya sehingga kita mampu menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan tahun ini, dan hari ini kita dipertemukan kembali kepada hari raya idul fitri. Tentunya kita berharap bahwa puasa Ramadhan kita diter...

Labelnya Salafi, Mentalnya Bani Israil

Secara lughawy (bahasa)   istilah hizbi berasal dari kata Arab "ḥizb" ( حزب ) yang berarti kelompok atau golongan. Adapun secara isthilahiy  (syar'i), hizbi mengacu pada seseorang yang membangun loyalitas dan permusuhan atas dasar kelompok-golongan, bukan atas dasar kebenaran. Ia “mendewakan” tokohnya, membela kelompoknya secara membabi buta, dan menolak kebenaran bila datang dari luar afiliasinya. Fanatisme seperti inilah yang dikritik keras oleh para ulama salaf, termasuk Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, karena ia merupakan akar perpecahan umat dan warisan buruk dari kaum terdahulu yang telah Allah kecam dalam Al Qur’an. Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memberikan peringatan yang sangat tajam terhadap fenomena fanatisme individu dan kelompok. Beliau berkata: مَنْ نَصَبَ شَخْصًا كَائِنًا مَنْ كَانَ، فَوَالَى وَعَادَى عَلَى مُوَافَقَتِهِ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ، فَهُوَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا "Barangsiapa yang mengangkat seseoran...