Islam adalah agama yang sempurna, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam ajarannya, Islam menekankan pentingnya keselamatan aqidah (salimul aqidah), kemurnian ibadah (shahihul ibadah), dan keindahan akhlak (matinul khuluq). Ketiga hal ini adalah inti dari ajaran Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam, yang membawa umat manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
1. Salimul Aqidah: Keselamatan dalam Keimanan
Aqidah yang lurus adalah fondasi bagi setiap Muslim. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ
ٱلْإِسْلَـٰمِ دِينًۭا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُۥ وَهُوَ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ مِنَ ٱلْخَـٰسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
(QS. Ali ‘Imran: 85)
Keselamatan aqidah berarti menjaga keyakinan kita agar senantiasa
sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Para ulama, termasuk ulama
Hanabilah, sangat menekankan pentingnya menjaga tauhid dari segala bentuk
syirik.
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:
"أصل الدين معرفة
الله بالتوحيد الخالص"
"Dasar agama adalah mengenal Allah dengan tauhid yang
murni."
(Lihat: Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, 3/450)
Pernyataan ini menegaskan bahwa dasar keimanan seseorang harus
bersumber dari tauhid yang benar, tanpa ada campuran dari syirik kecil maupun
besar.
2. Shahihul Ibadah: Kemurnian dalam Beribadah
Selain aqidah yang lurus, ibadah yang shahih adalah wujud nyata
dari keyakinan seorang Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam
bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada
perintahnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa setiap ibadah harus sesuai dengan
syariat yang diajarkan Rasulullah. Ulama Hanabilah menegaskan pentingnya
ittiba' (mengikuti) Rasulullah dalam ibadah agar tidak terjatuh pada bid’ah
yang menyesatkan.
Ibn Qudamah al-Maqdisi rahimahullah menyatakan:
"كل عبادة لم يرد
الشرع بها فهي بدعة وضلالة"
“Setiap ibadah yang tidak disyariatkan adalah bid’ah dan
kesesatan.” (Ibn Qudamah, Raudhah an-Nazhir, 1/207)
Ibadah yang benar juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri
kepada Allah dengan penuh keikhlasan dan pengharapan.
3. Matinul Khuluq: Akhlak yang Kokoh dan Indah
Islam adalah agama akhlak. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ
لِأُتَمِّمَ صَالِحَ ٱلْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad)
Akhlak yang mulia adalah perwujudan dari keimanan yang kuat. Dalam
hal ini, ada pelajaran yang dapat diambil dari tasawuf, yakni semangat mereka
dalam menyucikan hati dan menumbuhkan cinta kepada Allah (mahabbah).
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:
"من
علامة محبة الله أن تحب طاعته وتكره معصيته"
"Di antara tanda kecintaan kepada Allah adalah engkau
mencintai ketaatan kepada-Nya dan membenci maksiat." (Al-Baihaqi, Syu’abul
Iman, 2/142)
Para ulama Hanabilah juga mengajarkan bahwa kecintaan kepada Allah
harus diiringi dengan ketaatan kepada syariat dan menjauhi hal-hal yang
menyimpang dari aqidah dan ibadah yang benar.
Sufi Salafi: Mencontoh yang Baik, Menjaga yang Lurus
Istilah “Sufi Salafi” dapat merangkum perpaduan ini: mengambil
semangat akhlak mulia dan mahabbah dari tasawuf tetapi tetap menjaga
keselamatan aqidah dan kemurnian ibadah sebagaimana diajarkan oleh Salafush
Shalih. Dengan demikian, seorang Muslim bisa mencapai keseimbangan dalam
menjalani kehidupan duniawi dan ukhrawi.
Sebagaimana Allah berfirman:
وَٱبْتَغِ فِيمَآ
ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْـَٔاخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di
dunia...” (QS. Al-Qashash: 77)
Menjadi seorang Muslim yang ideal adalah menyeimbangkan antara
keselamatan aqidah, kesempurnaan ibadah, dan keindahan akhlak. Inilah ajaran
Rasulullah yang seharusnya menjadi teladan bagi kita semua.
ممتاز
BalasHapus