Langsung ke konten utama

Hikmah dan Faedah Puasa

faedah puasa

Puasa mengandung banyak hikmah dan faedah yang berkisar pada ketakwaan yang telah disebutkan oleh Allah 'azza wajalla di dalam firman-Nya;

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ....

"...Agar kamu bertakwa." (QS.2:183)
Dikatakan demikian karena puasa mengandung hikmah menyucikan tubuh dan mempersempit jalan-jalan setan. Bila nafsu dapat menahan dirinya dari perbuatan halal karena mendambakan keridhaan Allah ta'ala dan takut hukuman-Nya, maka sudah pasti ia tunduk dengan menahan diri dari sesuatu yang haram. Sebuah hadits di dalam Shahihain, Rasulullah shollallahu 'alayhi wasallam bersabda:

"يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ"

"Hai para pemuda, barang siapa di antara kalian mampu (memberi nafkah), maka kawinlah; dan barang siapa yang tidak mampu, hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan peredam baginya." (HR. Bukhari & Muslim)

            Di antara hikmah dan faedah puasa yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid menuliskan di dalam risalahnya:

1. Apabila perut seseorang lapar, maka rasa lapar indra-indra yang lain terhalangi, dan apabila pertunya kenyang, maka akan laparlah lisan, mata, tangan dan kemaluannya (nafsu seksnya). Jadi puasa daoat mematahkan rongrongan setan dan melumpuhkan syahwat dan menjaga anggota tubuh.

2. Apbila orang yang berpuasa itu merasakan penderitaan lapar, maka ia akan merasakan pula penderitaan orang-orang fakir, sehingga timbullah rasa belas kasih dan uluran tangan untuk menutupi kebutuhan mereka, karena sebagaimana pepatah mengatakan, "Berita itu tidak seperti apa yang kita lihat dengan mata kepala kita sendiri" dan "Orang yang naik kendaraan itu tidak akan mengetahui kesengsaraannya pejalan kaki kecuali apabila ia jalan kaki".

3. Bahwasanya puasa dapat mendidik dan menumbuhkan kemauan menghindarkan diri dari hawa nafsu dan jauh dari kemaksiatan, karena saat berpuasa kita dapat memaksa tabiat kita dan menyapih nafsu dari kebiasaan-kebiasaannya.

4. Puasa juga membiasakan kita berdisiplin dan tepat waktu, yang mampu menanggulangi keteledoran banyak orang jikalau mereka berakal.

5. Puasa juga menampakkan prinsip persatuan di antara kaum muslimin, di mana segenap umat berpuasa dan berhari raya pada bulan yang sama.

6. Di dalam berpuasa juga terdapat kesempatan yang sangat berharga bagi para da'i untuk menyeru manusia ke jalan Allah ta'ala, di mana pada bulan ini hati mereka cenderung ke masjid-masjid. Di antara mereka bahkan ada yang sampai masuk masjid pertama kali dan ada ula yang sudah lama tidak masuk masjid. Mereka berada di suatu moment di mana muncul kerinduan yang sangat jarang terjadi.

Maka momentum ini harus diunakan sebaik-baiknya oleh para da'i untuk memberikan nasehat-nasehat yang menyentuh hati mereka dengan menyampaikan materi-materi yang sesuai serta ceraman yang disertai dengan tolong menolong di dalam kebajikan dan ketakwaan.

Namun, hendaknya para da'i jangan disibukkan mengurusi orang lain hingga lupa dirinya, hingga seperti lilin, menerangi orang lain tapi membiarkan dirinya terbakar sendiri.

            Demikianlah hikmah dan faedah berpuasa, khususnya berpuasa di bulan Ramadhan. Begitu banyak hikmah dan faedah di atas menunjukkan bukti bahwa Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keberkahan, di mana banyak kebaikan yang bertambah di bulan tersebut. Allahu a'lam... Semoga bermanfaat.


-----
Referensi:
- Kayfa Na'isy Ramadhan wa sab'un mas-alah fish shiyaam, Syaikh Abdullah Shalih, Syaikh Muhammad bin Shalih al Munajjid, Rajab 1438 H.
- Tafsir Ibnu Katsir, QS.2:183
-----
Ahad Malam Ba'da 'Isya, 25 Sya'ban 1441, Penyengat Rendah, Telanaipura, Kota Jambi
Penulis: Ahmad Abdul Malik Yursifan
Artikel Jalanlurus.org


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Puasa Tathowwu'

Setelah sebulan penuh kita menjalani puasa di bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam juga memberi contoh untuk melakukan puasa tathawwu’ . Ini bukan nama sebuah amaliyah baru, melainkan nama lain dari puasa sunnah. Tujuan dari puasa ini adalah dalam rangka muqarrabah , yakni mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apa saja bentuknya, kapan saja waktunya, serta apa keutamaannya? In syaa Allah penjelasannya sebagai berikut: 1. Puasa 6 hari di bulan Syawal Abu Ayyub Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ "Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa." (HR. Muslim) 2. Puasa Senin dan Kamis Abu Qatadah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam ditanya mengenai puasa pada hari Senin. Beliau men...

Khutbah Idul Fitri 1441 H: ”Mengambil Hikmah di Tengah Musibah dan Wabah Corona”

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ Jama’ah kaum muslimin rahimahi wa rahimakumullah… Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah jalla wa ‘ala atas segala limpahan karunianya sehingga kita mampu menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan tahun ini, dan hari ini kita dipertemukan kembali kepada hari raya idul fitri. Tentunya kita berharap bahwa puasa Ramadhan kita diter...

Labelnya Salafi, Mentalnya Bani Israil

Secara lughawy (bahasa)   istilah hizbi berasal dari kata Arab "ḥizb" ( حزب ) yang berarti kelompok atau golongan. Adapun secara isthilahiy  (syar'i), hizbi mengacu pada seseorang yang membangun loyalitas dan permusuhan atas dasar kelompok-golongan, bukan atas dasar kebenaran. Ia “mendewakan” tokohnya, membela kelompoknya secara membabi buta, dan menolak kebenaran bila datang dari luar afiliasinya. Fanatisme seperti inilah yang dikritik keras oleh para ulama salaf, termasuk Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, karena ia merupakan akar perpecahan umat dan warisan buruk dari kaum terdahulu yang telah Allah kecam dalam Al Qur’an. Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memberikan peringatan yang sangat tajam terhadap fenomena fanatisme individu dan kelompok. Beliau berkata: مَنْ نَصَبَ شَخْصًا كَائِنًا مَنْ كَانَ، فَوَالَى وَعَادَى عَلَى مُوَافَقَتِهِ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ، فَهُوَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا "Barangsiapa yang mengangkat seseoran...