Langsung ke konten utama

Hukum Muamalah dan Sikap terhadap Produk yang Mendukung Zionisme

Secara kaidah fiqih, hukum asal dari segala bentuk muamalah adalah mubah hingga ada dalil yang melarangnya. Ini berdasarkan kaidah:

الأصل في المعاملات الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم

Artinya: Hukum asal dalam urusan muamalah adalah mubah sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya.

Kaidah ini bersumber dari pemahaman umum terhadap dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah yang tidak melarang muamalah secara spesifik kecuali jika ada unsur haram di dalamnya, seperti riba, penipuan, atau menzalimi orang lain.

Dari sini, sebagian orang berargumen bahwa membeli produk dari perusahaan-perusahaan yang secara tidak langsung mendukung Zionisme tetap mubah, selama tidak ada larangan yang eksplisit. Mereka berdalil bahwa pada masa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam, Nabi masih melakukan transaksi jual beli dengan orang-orang Yahudi dan musyrikin Quraisy, meskipun diketahui bahwa mereka adalah pihak yang memerangi kaum Muslimin.

Namun, perlu dicatat bahwa konteks zaman dahulu berbeda dengan kondisi saat ini. Kaum musyrikin dan Yahudi pada masa Nabi shallallahu 'alayhi wasallam tidak memiliki jaringan ekonomi dan kekuatan global seperti yang dimiliki oleh Zionis modern saat ini. Dukungan ekonomi terhadap mereka di masa lalu tidak bersifat sistematis dan terkoordinasi, sebagaimana gerakan dukungan terhadap Zionisme hari ini melalui perusahaan-perusahaan multinasional.

Lebih dari itu, dalam konteks hari ini, kita telah memiliki banyak alternatif produk lain yang tidak terlibat dalam mendukung kejahatan Zionisme. Maka, berpindah kepada produk alternatif yang halal dan tidak mendukung penindasan adalah bentuk implementasi dari prinsip al-wala' wal-bara', yaitu loyalitas terhadap kaum Muslimin dan berlepas diri dari musuh-musuh Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ

Artinya: Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa. (QS. Al-Ma’idah: 2)

Maka membeli produk yang hasil keuntungannya digunakan untuk mendukung penjajahan dan penindasan terhadap kaum Muslimin, masuk dalam kategori ta’awun ‘ala al-itsmi wal-‘udwan (tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan).

Sementara, beralih kepada produk alternatif merupakan bentuk ta’awun ‘ala al-birr wa at-taqwa, yakni mendukung perjuangan membela kaum tertindas dan memperkuat ekonomi umat.

Selain itu, dalam hadits disebutkan pentingnya setiap upaya dalam membantu agama Allah, sekecil apapun itu. Nabi shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:

مَن جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا، وَمَنْ خَلَفَ غَازِيًا فِي أَهْلِهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا

Artinya: Barang siapa mempersiapkan perlengkapan bagi seorang mujahid di jalan Allah, maka sungguh ia telah ikut berjihad. Dan barang siapa menjaga keluarga seorang mujahid dengan baik, maka sungguh ia juga telah berjihad. (HR. Bukhari & Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa mendukung perjuangan dengan cara tidak langsung pun dinilai sebagai bagian dari jihad. Maka, bentuk jihad ekonomi seperti memboikot produk yang mendukung Zionisme, termasuk dalam makna hadits ini.

Terlebih lagi, dalam kondisi umat Islam sedang mengalami penjajahan dan pembantaian, seperti yang terjadi di Palestina, maka membiarkan diri tetap membeli produk pendukung Zionisme merupakan sikap abai terhadap penderitaan saudara seiman. Ini bertentangan dengan sabda Nabi shallallahu 'alayhi wasallam:

المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُه

Artinya: Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada musuh). (HR. Bukhari & Muslim)

Jadi, walaupun secara hukum asal muamalah itu mubah, namun ketika suatu produk terbukti menjadi bagian dari sistem dukungan terhadap kezaliman, seperti pendanaan terhadap penjajahan Zionis atas Palestina, maka berpaling dari produk tersebut menjadi sebuah keharusan secara moral dan agama. Apalagi jika tersedia alternatif yang layak dan tidak terlibat dalam kejahatan tersebut, maka memilihnya adalah bentuk nyata dari jihad ekonomi, loyalitas kepada umat, dan komitmen dalam menolong agama Allah sebagaimana perintah dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Sikap ini juga merupakan bentuk solidaritas terhadap saudara Muslim yang tertindas serta perwujudan dari semangat ta’awun dalam kebaikan dan takwa. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberikan taufik-Nya kepada kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Labelnya Salafi, Mentalnya Bani Israil

Secara lughawy (bahasa)   istilah hizbi berasal dari kata Arab "ḥizb" ( حزب ) yang berarti kelompok atau golongan. Adapun secara isthilahiy  (syar'i), hizbi mengacu pada seseorang yang membangun loyalitas dan permusuhan atas dasar kelompok-golongan, bukan atas dasar kebenaran. Ia “mendewakan” tokohnya, membela kelompoknya secara membabi buta, dan menolak kebenaran bila datang dari luar afiliasinya. Fanatisme seperti inilah yang dikritik keras oleh para ulama salaf, termasuk Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, karena ia merupakan akar perpecahan umat dan warisan buruk dari kaum terdahulu yang telah Allah kecam dalam Al Qur’an. Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memberikan peringatan yang sangat tajam terhadap fenomena fanatisme individu dan kelompok. Beliau berkata: مَنْ نَصَبَ شَخْصًا كَائِنًا مَنْ كَانَ، فَوَالَى وَعَادَى عَلَى مُوَافَقَتِهِ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ، فَهُوَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا "Barangsiapa yang mengangkat seseoran...

Mengenal Puasa Tathowwu'

Setelah sebulan penuh kita menjalani puasa di bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam juga memberi contoh untuk melakukan puasa tathawwu’ . Ini bukan nama sebuah amaliyah baru, melainkan nama lain dari puasa sunnah. Tujuan dari puasa ini adalah dalam rangka muqarrabah , yakni mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apa saja bentuknya, kapan saja waktunya, serta apa keutamaannya? In syaa Allah penjelasannya sebagai berikut: 1. Puasa 6 hari di bulan Syawal Abu Ayyub Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ "Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa." (HR. Muslim) 2. Puasa Senin dan Kamis Abu Qatadah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam ditanya mengenai puasa pada hari Senin. Beliau men...

Mantan Penyanyi Kafe Ini Sebar Syubhat Lagi, Umat Islam Harus Tahu!

Membantah Syubhat Riyadh Bajrey Hadahullah Riyadh Bajrey hadahullah seorang mantan penyanyi kafe, dan mantan peminum khamar serta perokok aktif hingga sekarang, lagi-lagi membuat perkatan yang menimbulkan polemik di tengah umat. Sebelumnya dia mengatakan rokok itu halal, sekarang dia Kembali berulah dengan mengatakan bahwa Khamr itu lebih baik daripada membuat kajian berbayar, dan demo itu perbuatan yang menabrak ushuluddin. Nah, sekarang mari kita bedah seputar rokok, khamar, kajian berbayar, kampanye, dan demo. Riyadh Bajrey tentang rokok: “Kami meyakini kehalalannya” Dalam salah satu klarifikasinya ketika videonya sedang viral karena terlihat merokok, Riyadh Bajrey secara gamblang dan meyakinkan menyatakan bahwa rokok itu halal. Pernyataan ini justru sangat bertentangan dengan pandangan mayoritas ulama rabbani kontemporer. Jangankan ulama-ulama yang menjadi rujukan dalam kaidah manhaj salaf, bahkan ulama yang menurut sebagian kelompok dianggap di luar manhaj salaf—yang merokok...