Langsung ke konten utama

Musuh Ada di Antara Kita, Luapan Emosi Justru Memperkuat Mereka

Dulu, mungkin saya sempat khawatir dengan hadirnya berbagai macam isme di tengah masyarakat. Entah itu sekularisme, liberalisme, pluralisme, dan sebagainya.

Banyak orang berhijrah karena mengikuti kajian-kajian keislaman yang lurus pemahamannya. Namun, proses hijrah saya berbeda. Justru hidayah itu datang saat saya sedang mencari bahan kuliah, lalu menemukan sebuah situs Islam liberal.

Setelah lulus dari pondok pesantren, saya sama seperti anak-anak alumni pondok lainnya, yang merasa jenuh belajar agama. Sudah malas berurusan dengan kitab-kitab dan segala bentuk khilaf yang ada di tengah umat. Maka saat itu, saya bersikap nafsi-nafsi, tanpa semangat untuk berdakwah. Yang penting, saya menjalankan salat. Selesai.

Hingga suatu hari, di dalam bilik sebuah warung internet, saya membaca sebuah artikel untuk bahan kuliah. Keringat saya bercucuran. Artikel itu berasal dari situs Islam liberal, ditulis oleh seorang wanita. Dalam tulisannya, ia menyatakan bahwa sebagai bentuk emansipasi dan pemenuhan hak pendidikan kaum wanita, maka tidak masalah jika seorang wanita menggugurkan kandungannya hasil perzinahan. Alasannya, karena anak itu bukan anak yang diinginkan dan dapat menghambat kemajuan perempuan. Apalagi, menurutnya, wanita selalu menjadi korban kejahatan laki-laki. Begitulah dalih si penulis.

Saat membaca artikel lain, isi tulisannya semakin menggila, makin mengganggu pikiran saya. Saat itu saya sadar, ternyata agama ini diserang dari berbagai lini. Bukan hanya oleh orang-orang kafir yang memusuhi Islam, tapi juga oleh orang-orang munafik dari dalam.

Seketika saya teringat sebuah ayat dalam surat Ali Imran:

كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر... الآية

"Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar... (dan seterusnya).”

Saya merasa ada yang mencoba melemahkan ajaran agama ini, membangun citra negatif tentang Islam. Dan ternyata, tidak sedikit umat Islam yang menjadi skeptis dan apatis terhadap agamanya sendiri. Ini jelas merupakan akibat dari keawaman mereka tentang agama, karena tidak mempelajarinya dengan baik. Berislam hanya sebatas faktor keturunan.

Saya sangat berterima kasih kepada Abah (rahimahullah) dan kepada Umi, yang telah menyekolahkan saya ke pondok pesantren selepas sekolah umum.

Singkat cerita, Sahabat sekalian yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, sampai hari kiamat, Islam akan terus diganggu, digugat, dan diserang, baik oleh orang-orang dari luar maupun dari dalam tubuh umat Islam sendiri.

Kita lihat bagaimana Abu Jahal yang kafir menyerang Islam, memeranginya. Dan bagaimana Abdullah bin Ubay bin Salul, seorang munafik, mencoba melemahkan Islam dari dalam.

Namun, apakah kemudian Islam hancur dan hilang dari muka bumi? Tidak! Islam dijaga langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan oleh orang-orang yang telah dipilih-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah al-Maidah ayat 54:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ... الآية

"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap sesama Mukmin, tegas terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maaidah: 54)

Maka saya tidak heran jika di masa sekarang, apalagi menjelang akhir zaman, akan terus muncul generasi-generasi seperti Bal'am bin Baura, Abu Jahal, Abu Lahab, dan Abdullah bin Ubay bin Salul.

Menghadapi mereka haruslah dengan ilmu, bukan dengan emosi, makian, atau cacian. Memaki dan mencaci mereka hanya akan membuat mereka semakin yakin bahwa kesesatan yang mereka yakini adalah kebenaran. Mengapa? Karena kita—yang katanya membela agama ini—justru memperburuk citra Islam dengan perilaku kita sendiri. Maka kemarahan kita itu akan mereka gunakan sebagai bukti bahwa umat Islam adalah kaum pemarah, bengis, dan intoleran terhadap perbedaan pendapat. Lagi-lagi, Islam yang dicitrakan negatif.

Oleh karena itu, Sahabat sekalian yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan berilmu insyaa Allah kita bisa menghadapi mereka dengan cara yang hikmah. Apa kata Allah Subhanahu wa Ta’ala?

وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ... الآية

"Dan bantahlah mereka itu dengan cara yang terbaik." (QS. An-Nahl: 125)

"Ahsan" bermakna "cara yang paling baik". Dalam kaidah bahasa Arab, ini disebut isim tafdhil atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah superlative adjective.

Ada dua cara terbaik dalam menghadapi mereka:

Pertama, dengan ilmu. Ilmu terbesar dalam agama ini adalah ilmu Aqidah. Dengan mempelajarinya secara mendalam dan sistematis, insyaa Allah kita akan mampu menghadapi dan menangkal berbagai isme dan pemikiran sesat yang mencoba menyusup ke dalam ajaran Islam. Dalam ilmu aqidah, kita juga diajarkan bagaimana membantah kesesatan dengan cara yang ahsan. Ilmu ini dapat kita pelajari melalui kitab Kasyfu Syubuhat.

Kedua, dengan diam. Diam di sini maksudnya menahan diri dari ucapan-ucapan makian dan cacian, yang justru membuat para penyebar syubhat dan kebatilan semakin merasa benar. Kita—umat Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam—hanya punya dua pilihan: berkata baik atau diam. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا...

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosamu. Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia telah memperoleh kemenangan yang besar." (QS. Al-Ahzab: 70-71)

Jadi, mari kita tenang dalam menghadapi mereka. Semangatlah mempelajari agama, terutama ilmu aqidah, agar cara kita menghadapi penyebar syubhat dan kebatilan itu sesuai dengan prinsip yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alayhi wasallam.

Ingat, di medan perang pun, Rasulullah dan para sahabat tidak pernah diperbudak oleh hawa nafsu mereka. Mereka tidak berperang hanya karena dorongan emosi. Tidak!
Allāhul Musta‘ān.

Semoga bermanfaat.

Akhukum fillah, Abdul Malik Yurisva
Jember, 18 Januari 2020

Komentar

  1. Tulisan ini penting sekali untuk disebarkan Ustadz, Jazakallahu Khairan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Puasa Tathowwu'

Setelah sebulan penuh kita menjalani puasa di bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam juga memberi contoh untuk melakukan puasa tathawwu’ . Ini bukan nama sebuah amaliyah baru, melainkan nama lain dari puasa sunnah. Tujuan dari puasa ini adalah dalam rangka muqarrabah , yakni mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apa saja bentuknya, kapan saja waktunya, serta apa keutamaannya? In syaa Allah penjelasannya sebagai berikut: 1. Puasa 6 hari di bulan Syawal Abu Ayyub Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ "Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa." (HR. Muslim) 2. Puasa Senin dan Kamis Abu Qatadah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam ditanya mengenai puasa pada hari Senin. Beliau men...

Khutbah Idul Fitri 1441 H: ”Mengambil Hikmah di Tengah Musibah dan Wabah Corona”

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ Jama’ah kaum muslimin rahimahi wa rahimakumullah… Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah jalla wa ‘ala atas segala limpahan karunianya sehingga kita mampu menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan tahun ini, dan hari ini kita dipertemukan kembali kepada hari raya idul fitri. Tentunya kita berharap bahwa puasa Ramadhan kita diter...

Labelnya Salafi, Mentalnya Bani Israil

Secara lughawy (bahasa)   istilah hizbi berasal dari kata Arab "ḥizb" ( حزب ) yang berarti kelompok atau golongan. Adapun secara isthilahiy  (syar'i), hizbi mengacu pada seseorang yang membangun loyalitas dan permusuhan atas dasar kelompok-golongan, bukan atas dasar kebenaran. Ia “mendewakan” tokohnya, membela kelompoknya secara membabi buta, dan menolak kebenaran bila datang dari luar afiliasinya. Fanatisme seperti inilah yang dikritik keras oleh para ulama salaf, termasuk Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, karena ia merupakan akar perpecahan umat dan warisan buruk dari kaum terdahulu yang telah Allah kecam dalam Al Qur’an. Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memberikan peringatan yang sangat tajam terhadap fenomena fanatisme individu dan kelompok. Beliau berkata: مَنْ نَصَبَ شَخْصًا كَائِنًا مَنْ كَانَ، فَوَالَى وَعَادَى عَلَى مُوَافَقَتِهِ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ، فَهُوَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا "Barangsiapa yang mengangkat seseoran...